Miskin Zaman Now, Bukan Karena Gaji Kecil Tapi Jari yang Gatal Klik Paylater

 


Dulu, miskin itu identik dengan gaji pas-pasan. Sekarang? Banyak yang gajinya cukup, tapi dompetnya tetap kempes. Kenapa? Jawabannya seringkali ada di riwayat transaksi paylater yang numpuk tanpa kita sadari. 

Memang, awalnya paylater hadir sebagai solusi finansial yang membantu saat kepepet. Tapi lama-kelamaan, fungsinya bergeser jadi alat untuk memuaskan keinginan instan dan di situlah masalah dimulai. 


Coba ingat, kapan terakhir kali kamu belanja online? Saat checkout, pasti ada godaan manis: "Cicilan mulai dari Rp10.000/bulan!" atau "Gausah pusing, bayarnya nanti aja!" 

Masalahnya, kalimat-kalimat ini mengubah pola pikir kita. Yang awalnya cuma kepengen, tiba-tiba jadi kebeli hanya karena bayarnya "nanti". Tanpa disadari, kita terjebak dalam siklus belanja yang ujung-ujungnya bikin tagihan menggunung. 

Padahal, beda tipis lho antara butuh dan kepengen. Sayangnya, paylater sering bikin kita lupa membedakannya. 


Ini fakta pahitnya, banyak orang terlihat aesthetic di sosmed dari skincare mahal sampai ngopi di kafe hits, tapi sebenarnya hidup dari satu gajian ke gajian berikutnya. Semua itu dibayar dengan paylater, dan cicilannya numpuk kayak sampah yang ngga keliatan. 

Efeknya? Kamu mungkin kelihatan cool, tapi di balik layar, setiap notifikasi tagihan bikin deg-degan. Ujung-ujungnya, kamu terjebak dalam lingkaran: belanja dulu, stres belakangan. 

Parahnya lagi, kebiasaan ini bikin kamu merasa gagal padahal sebenarnya, kamu cuma kurang kontrol diri, bukan kurang kerja keras. 

Bayangin, setiap akhir bulan kamu harus pusing mikirin tagihan yang numpuk. Belum lagi rasa bersalah setiap kali ingat utang yang belum lunas. Ini bukan cuma soal uang, tapi juga beban mental yang ngerogoti kebahagiaanmu pelan-pelan. 

Kamu mungkin ngerasa, "Ah, ini cuma sementara!" Tapi kalau terus-terusan, lama-lama jadi kebiasaan. Dan kebiasaan buruk ini bisa bikin finansialmu kacau balau bahkan sampai susah napas karena beban utang. 


Jelas, paylater sendiri bukan masalah. Masalahnya adalah cara kita menggunakannya. Sebelum klik "bayar nanti", coba tanya diri sendiri: 

"Aku beli ini karena butuh, atau cuma pengen?"

"Apa bakal ngerusak budget bulanan?" 

"Aku siap bayar nanti, atau cuma ngeles aja?" 

Kalau jawabannya meragukan, lebih baik tahan dulu. Karena beli itu gampang, tapi bayarnya butuh tanggung jawab. 


Kita hidup di era di mana pencitraan sering lebih penting dari kenyataan. Tapi ingat, gaya hidup mewah di sosmed ngga akan ngebayar tagihanmu. 

Lebih baik hidup sederhana tapi tenang, daripada terlihat wah tapi hati selalu was-was. Karena miskin zaman sekarang bukan soal gaji kecil tapi soal kebiasaan belanja yang ngga terkontrol. 

Jadi, next time sebelum pakai paylater, pikir lagi: "Ini bikin hidupku lebih baik, atau cuma bikin tagihan numpuk?" Kalau ragu, mending skip. Dompet dan mentalmu akan berterima kasih.



sumber gambar : www.freepik.com

Lebih baru Lebih lama